JAVASTECH.COM – Google translate menutup layanannya di Tiongkok di bulan Oktober ini. langkah yang besar bagi perusahaan raksasa Google karena mengakhiri produk Google yang tersisa di negara tirai bambu tersebut. Induk perusahaan Google yakni Alphabet mengonfirmasi lewat juru bicaranya di email “karena penggunaan yang rendah” .
Di Tiongkok juga para pengguna lebih banyak menggunakan Baidu dan Alibaba daripada menggunakan Google Translate. Data yang dimuat oleh South China Morning Post, yaitu platform Similarweb mencatat jika Google Translate Tiongkok mendapatkan 53,5 juta klik dari pengguna desktop dan seluler yang digabungkan.
Banyak orang sudah tahu jika Google memiliki kaitan yang erat dengan Tiongkok. Raksasa teknologi Amerika Serikat itu juga menarik mesin pencariannya di Tiongkok karena Pemerintah Tiongkok menyaring dengan ketat. Pihak Tiongkok juga memblokir Gmail serta Gmaps di Tiongkok.
Google juga memiliki kehadiran yang terbatas di daerah Tiongkok akhir-akhir ini. Google yang dulunya memproduksi barang-barang di Tiongkok mulai mengalihkan pasar produksi ponsel pintarnya ke Vietnam.
Menurut beberapa laporan, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) secara langsung telah menginvestasikan dana sekitar $90 milliar di Tiongkok pada akhir 2020. Lalu kemudian perusahaan AS menambahkan $2,5 miliar lagi di tahun 2021, berdasarkan data yang terkumpul dari kementrian perdagangan Tiongkok.
Apa sebenarnya yang menyebabkan penutupan besar ini?
Semua itu karena sensor yang menjadi alasannya. Google secara kondusif menutup operasinya di China setelah menemukan serangan siber dari dalam negara. Dan ketika menyelidiki serangan tersebut, Google menemukan bahwa akun Gmail para aktivis hak asasi manusia di China telah diretas.
Langkah Google dalam mencabut suntikan dana di Tiongkok adalah contoh ekstrem dari pengambilan keputusan. Banyak pengusaha internet yang menetang jenis keputusan ini, jika mereka ingin berbisnis mereka harus mematuhi peraturan setempat yang dapat mencakup pembatasan bicara. Dan karena Amerika Serikat memiliki beberapa undang-undang kebebasan bicara yang paling longgar dan bebas di dunia. Amerika Serikat harus mulai beradaptasi dengan negara-negara dalam berbisnis dengan negara-negara yang secara budaya mirip dengan Amerika Serikat.
Lee Rowland, staf pengacara senior di American Civil Liberties Union, mengatakan bahwa perusahaan pada umumnya harus patuh dan tunduk terhadap keberlakuan undang-undang pemerintahan. Akan tetapi jika mereka menghapus konten mereka di platform mereka, maka perusahaan harus transparan, tutur Rowland.
Rowland juga mengatakan “jika perusahaan-perusahaan ini melakukan apapun yang mereka mampu lakukan untuk mempublikasikan bahwa mereka sudah menyaring konten mereka, memantau dan menyensor dari pihak pemerintah, saya pikir ada argumen bagus bahwa mempertahankan kehadiran media sosial secara inheren merupakan kekuatan liberasi.”Â
Ekspansi ini memungkinkan Google untuk mengakses sejumlah besar pengguna internet. Lalu memberikan mereka informasi lebih banyak, dan pada saat yang sama memperkuat keuntungan perusahaan. Tetapi bagi jutaan pengguna di Tiongkok, Pakistan serta tempat-tempat lain yang mana penyensoran adalah sebuah norma, pengorbanan untuk menggunakan layanan baru tetap sama: informasi yang pengguna mudah akses harus dibayar dengan kontrol pemerintah yang berkelanjutan, perusahaan internet Amerika ikut andil melalui penyaringannya.