JAVASTECH.COM – Hingga kini, industri teknologi masih dihadapkan dengan langkanya komponen chipset secara global. Hal ini berdampak ke seluruh brand elektronik dan salah satunya adalah Xiaomi.

Mengenai hal tersebut ditambah kondisi pandemi Covid-19 yang belum menemukan titik terangnya, Xiaomi memutuskan harus menaikan harga ponsel-ponselnya.

Terkait kenaikan harga ini, Xiaomi Indonesia telah mengumumkannya melalui akun Instagram mereka di @xiaomi.indonesia dengan menarik kesimpulan pihaknya menaikan harga untuk empat smartphone sebesar Rp 100.000.

Ke-empat smartphone Xiaomi yang naik harganya yaitu Redmi 9A, Redmi 9C, Poco M3 Pro 5G dan Redmi Note 10 5G. Untuk lengkapnya, berikut adalah detail harga yang disesuaikan berdasarkan varian memorinya.

  • Redmi 9A (2/32GB): Rp 1.199.000 (menjadi Rp 1.299.000)
  • Redmi 9A (3/32GB): Rp 1.299.000 (menjadi Rp 1.399.000)
  • Redmi 9C (3/32GB): Rp 1.399.000 (menjadi Rp 1.499.000)
  • Redmi 9C (4/64GB): Rp 1.599.000 (menjadi Rp 1.699.000)
  • POCO M3 Pro 5G (4/64GB): Rp 2.600.000 (menjadi Rp 2.699.000)
  • POCO M3 Pro 5G (6/128GB): Rp 2.900.000 (menjadi Rp 2.999.000)
  • Redmi Note 10 5G (4/128GB): Rp 2.699.000 (menjadi Rp 2.799.000)
  • Redmi Note 10 5G (8/128GB) Rp 2.999.000 (menjadi Rp 3.099.000)

Harga yang telah disesuaikan oleh Xiaomi Indonesia untuk ke-empat smartphone diatas, mulai berlaku efektif per tanggal 12 Oktober 2021.

Sedikit info, disamping Xiaomi mengumumkan kenaikan harga ponselnya, ternyata juga mengumumkan turunnya harga dari perangkat elektronik Xiaomi TV sebesar Rp 500.000.

Lalu pertanyaannya adalah mengapa harga ponsel Xiaomi bisa mengalami kenaikan?

Perlu kita ketahui terlebih dahulu, Xiaomi hanya mengambil margin dari penjualan produknya sebesar 5 persen saja. Oleh karena itu, poduk yang dijual oleh Xiaomi tetap memiliki harga yang terjangkau di pasaran Indonesia.

Pihaknya yang sudah menegaskan “…berusaha menghadirkan produk terbaik dengan harga sebenarnya,” sayangnya harus dijepit dengan situasi Covid-19 yang belum mereda dan krisis chipset. Akhirnya, terpaksa mereka harus menyesuaikan harga agar tetap bertahan.

Sejumlah prediksi menyebutkan krisis langkanya chipset akan berangsur pulih pada kuartal kedua tahnun 2022 dan kembali normal seperti sediakala pada tahun 2023.

Kemudian prediksi lain menyebutkan jika pasar smartphone akan mengalami kenaikan harga yang semakin mahal dengan varian yang makin terbatas. Inilah dampak dari krisis chipset yang berakibat menurunnya penjualan smartphone beserta terjadinya inflasi.

Serta akibat dari kelangkaan chipset disebut akan membuat smartphone murah menjadi barang langka. Menurut firma riset Cointerpoint Research, kelangkaan ini akan memaksa vendor untuk memprioritaskan ponsel dengan harga jual tinggi dibanding ponsel kelas entry-level maupun mid-range.

Salah satu produsen chipset besar kenamaan, Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TSMC) juga bakal mengumumkan kenaikan harga chipset untuk klien-kliennya dari Apple, Qualcomm dan MediaTek.